Tak sedikit dari kita sering kali bertanya-tanya, "Bagaimana sih caranya berdamai dengan diri sendiri?” Pertanyaan tersebut memang sederhana, tetapi jawabannya tak pernah sesederhana yang dipikirkan, bukan?
Sebagian kita mungkin berpikir bahwa berdamai dengan diri berarti menerima segala kekurangan dan berjalan tanpa beban. Namun, realitasnya jauh lebih kompleks, loh, Sobbi.
Berdamai dengan diri bukanlah tujuan yang bisa dicapai dalam satu malam. Ini adalah perjalanan panjang, penuh lika-liku, dan sering kali melelahkan. Tidak ada panduan baku atau satu formula yang bisa digunakan semua orang. Sebab, setiap individu pasti memiliki beban berbeda, kisah tak sama, dan cara beragam dalam menavigasi hidupnya.
{tocify} $title={Daftar Isi}
Ketika Diri Menjadi Musuh Terbesar
Saat dihadapkan satu masalah, sering kali, kita sendiri lah yang menjadi kritikus paling kejam bagi diri. Kata-kata yang kita ucapkan di dalam kepala bisa lebih tajam daripada komentar orang lain.
Pada akhirnya, masalah bukannya selesai, justru malah jadi bertambah. Bahkan boleh jadi, kita mengulang kesalahan di masa lalu, mempertanyakan keputusan yang telah diambil, dan membandingkan diri dengan orang lain.
Sejatinya memang itu manusiawi. Seperti apa yang dikatakan banyak psikolog, bahwa sebagian besar orang mengalami impostor syndrome—perasaan bahwa mereka tidak cukup baik, tidak layak mendapat kesuksesan, atau hanya berpura-pura dalam hidup mereka. Ini membuktikan bahwa perasaan tidak cukup baik bukan hanya milik segelintir orang, tetapi sesuatu yang dialami banyak individu, bahkan yang terlihat paling percaya diri sekalipun.
Kita sering beranggapan bahwa berdamai dengan diri berarti mencapai titik di mana kita tidak lagi merasa ragu atau kecewa terhadap diri sendiri. Padahal, kedamaian sejati justru datang ketika kita bisa menerima bahwa keraguan dan ketidaksempurnaan adalah bagian dari diri kita—bukan sesuatu yang harus dihilangkan, melainkan sesuatu yang harus dipeluk dengan penuh pengertian.
Berdamai adalah Menerima, Bukan Menyerah
Menerima diri sendiri tidak berarti menyerah pada keadaan atau berhenti berkembang. Ini bukan tentang membiarkan kekurangan menguasai kita, tetapi memahami bahwa tidak ada manusia yang sempurna, dan itu tidak apa-apa.
Banyak orang berpikir bahwa menerima diri berarti berhenti berusaha menjadi lebih baik. Justru sebaliknya—ketika kita sudah bisa menerima diri, kita lebih mudah melangkah maju tanpa terbebani oleh rasa takut yang berlebihan. Kita belajar untuk memperlakukan diri sendiri dengan lebih lembut, seperti bagaimana kita memperlakukan sahabat yang sedang kesulitan.
Sebuah penelitian dalam bidang psikologi positif menyebutkan bahwa self-compassion atau belas kasih terhadap diri sendiri dapat membantu seseorang lebih resilien dalam menghadapi tantangan hidup. Artinya, semakin kita bisa berbaik hati pada diri sendiri, semakin kuat kita menghadapi berbagai kesulitan.
Langkah Kecil Berdamai dengan Diri
Tidak ada jalan pintas menuju perdamaian batin. Namun, ada beberapa langkah kecil yang bisa kita coba. Seperti:
1. Belajar mendengar suara hati
Terkadang, kita terlalu sibuk mendengar opini orang lain sehingga lupa mendengar apa yang sebenarnya kita inginkan. Luangkan waktu untuk bertanya pada diri sendiri, “Sebenarnya, apa yang benar-benar aku rasakan? Apa yang aku butuhkan?”
2. Mempraktikkan belas kasih terhadap diri sendiri
Jika kita bisa memaafkan orang lain, mengapa sulit memaafkan diri sendiri? Mulailah berbicara pada diri sendiri dengan kata-kata yang lebih lembut. Berhenti menyalahkan diri secara berlebihan atas hal-hal yang telah berlalu.
3. Menurunkan ekspektasi yang tidak realistis
Kita hidup di era media sosial, di mana kehidupan orang lain terlihat begitu sempurna. Namun, kenyataan sering kali berbeda dari yang ditampilkan. Berhenti membandingkan diri dengan standar yang tidak realistis akan membantu kita merasa lebih damai.
4. Memberi ruang untuk kesedihan dan kegagalan
Berdamai dengan diri bukan berarti selalu bahagia. Ada hari-hari ketika kita merasa lelah, kecewa, atau marah. Tidak apa-apa. Emosi adalah bagian dari diri kita, dan menolaknya hanya akan memperpanjang penderitaan.
5. Menyadari bahwa Perjalanan Masihlah Panjang
Berdamai dengan diri bukanlah titik akhir yang bisa dicapai sekali seumur hidup. Ini adalah perjalanan yang terus berjalan, dengan naik turunnya, dengan keberhasilannya dan kemundurannya.
Kita tidak perlu terburu-buru untuk merasa baik-baik saja. Tidak ada aturan yang mengatakan bahwa kita harus segera memaafkan diri atau langsung merasa damai. Yang terpenting adalah terus melangkah, satu langkah kecil pada satu waktu.
Pada akhirnya, berdamai dengan diri bukanlah tentang menemukan versi diri yang sempurna, tetapi tentang belajar mencintai diri sendiri meskipun penuh ketidaksempurnaan. Dan mungkin, itulah bentuk kedamaian yang sesungguhnya. Dapatkan lebih banyak langkah-langkah berdamai dengan diri sendiri di buku ini.